Tantangan di industri bisnis energi hijau atau energi baru dan terbarukan atau EBT pastinya tidak mudah karena banyak faktor.
Walaupun pemerintah sudah menetapkan target bauran energi baru dan terbarukan bisa diimplementasikan sampai tahun 2025 mencapai 23 persen.
Selain itu Kementerian Perindustrian juga mendukung pencapaian net zero emission pada sektor energi pada tahun 2060 dengan pembentukan pokja. Berbagai kebijakan dibuat dengan berkoordinasi langsung bersama badan terkait untuk meningkatkan penerapan EBT.
Dalam prosesnya Kementerian Perindustrian juga ingin mendorong para pelaku industri untuk bisa segera menggunakan energi baru dan terbarukan. Salah satunya dengan menjadikan penerapan EBT sebagai salah satu parameter penilaian untuk sertifikasi industri hijau yang akan dijalankan.
4 Tantangan di Industri Bisnis Energi Hijau
Untuk bisa mendukung pencapaian target bauran energi hijau sebesar 23 persen pada tahun 2025 nanti, Kemperin menyusun berbagai strategi. Mulai dari pengembangan industri nasional pendukung pembangkit listrik energi hijau dan lainnya.
Kemperin juga mendukung pengembangan industri bahan bakar nabati seperti B30, green-gasoline sampai bioavtur. Walaupun dalam implementasi untuk mencapai bauran energi tersebut ada beberapa tantangan di industri bisnis energi baru dan terbarukan ini.
1. Biaya Mahal
Tantangan di industri bisnis energi hijau pertama adalah biayanya yang masih sangat mahal dibanding energi lain. Biaya investasi teknologi ramah lingkungan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit walaupun sudah mendapat dorongan dari pemerintah.
Saat ini Kementerian Perindustrian atau Kemperin sudah memberikan dorongan pada industri domestik untuk bisa mengembangkan peralatan untuk memanfaatkan energi hijau. Namun tentunya untuk pengembangan peralatan tersebut juga tidak murah.
2. Return On Investment Lama
Tantangan di industri bisnis energi selanjutnya untuk investasi energi baru dan terbarukan atau EBT ini membutuhkan biaya tinggi dengan return on investment yang sangat lama. Walaupun Kementerian Perindustrian sudah memberikan kebijakan untuk mengatasi tantangan tersebut.
Dimana Kemperin melakukan koordinasi dengan semua pemangku yang berkaitan dengan penyediaan infrastruktur untuk EBT. Walaupun hal ini sebenarnya masih tergolong wajar karena EBT merupakan bidang bisnis yang masih baru digaungkan pemerintah.
3. Alat Berkualitas Tinggi Masih Kurang
Tantangan selanjutnya untuk pengembangan bisnis energi baru dan terbarukan ini adalah ketersediaan peralatannya yang masih kurang dan belum memadai. Apalagi dalam praktiknya proses bekerjanya EBT sangat membutuhkan peralatan yang berkualitas.
Walaupun tentunya Kementerian Perindustrian juga sudah menyiapkan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dimana Kemperin membuat kebijakan untuk memberi insentif atau keringan kepada industri yang sudah memanfaatkan EBT.
4. Infrastruktur Untuk Industri Manufaktur Minim
Infrastruktur energi baru dan terbarukan untuk industri manufaktur tentunya menjadi hal penting dalam menjalankan industri bisnis energi ini. Apabila penyediaan infrastruktur masih minim atau bahkan belum ada sama sekali akan sulit untuk mengembangkan bisnis.
Sementara dari pemerintah melalui Kementerian Perindustrian mengatakan harmonisasi kebijakan EBT harus menjadi solusi bagi permasalahan infrastruktur tersebut. Apalagi saat ini pemerintah mengklaim sedang melakukan proses untuk mencapai target bauran energi.
Dari beberapa menteri seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Dewan Energi Nasional. Kemenperin melakukan evaluasi dan laporan rutin kepada koordinator untuk pencapaian target bauran EBT tersebut.
Program ini juga pernah menerbitkan pedoman teknis konservasi energi dan pedoman teknis, sampai pelatihan dan pendampingan manajemennya. Dengan begitu tantangan di industri bisnis energi bisa dihadapi oleh masyarakat yang masuk dalam bisnis industri ini.